News

Pidato Kelulusan Mark Zuckerberg di Harvard University, 26 Mei 2017.

Saya mencolek’ kawan2 saya
yang seringkali mengobrolkan hal-hal dalam pidato Mas Mark ini. Melewati
ratusan jam berfikir dan memilih berbuat untuk generasi, untuk masyarakat lebih
baik. Bacalah, mumpung masih hangat!

Rektor Harvard Ibu Faust, Dewan
Pengawas, fakultas, alumni, kawan, para orangtua yang sedang bangga, anggota
dewan administratif, dan para lulusan universitas terbaik di dunia. Saya merasa
begitu terhormat bersama Anda hari ini karena, saya akui, Anda berhasil pada
sesuatu yang saya tidak mampu. Saat di mana pidato ini saya selesaikan, adalah
saat di mana saya pertama kalinya menyelesaikan sesuatu di Harvard. Selamat,
angkatan 2017!

Saya bukanlah pembicara pada umumnya,
tidak hanya karena saya drop out (DO), tapi karena kita adalah generasi yang
sama. Kita berjalan di taman ini kurang dari satu dekade yang lalu, mempelajari
gagasan-gagasan yang sama, dan tertidur di pelajaran Ec10 yang sama. Kita
mengambil jalur yang berbeda untuk tiba di sini, terutama bila Anda datang dari
Quad (sebuah komplek kampus di Harvard). Tapi hari ini saya ingin berbagi soal
apa yang telah saya pelajari tentang generasi kita dan dunia yang sedang kita
bangun bersama-sama.

Namun pertama-tama, beberapa hari
belakangan saya teringat kembali akan kenangan-kenangan indah. Berapa banyak
dari Anda yang mengingat apa tepatnya yang sedang anda kerjakan ketika datang
email yang memberitahukan bahwa Anda lulus diterima di Harvard? Waktu itu, saya
sedang bermain game Civilization dan langsung lari ke lantai bawah rumah,
memanggil ayah saya. Dan karena beberapa alasan, beliau merekam dengan video
momen ketika saya membuka email itu. Video itu tampak sendu. Sungguh, diterima
di Harvard adalah hal paling membanggakan bagi orangtua saya.

Bagaimana dengan mata kuliah pertama
di Harvard? Mata kuliah pertama saya adalah Computer Science 121 yang dibawakan
oleh Harry Lewis, dosen yang luar biasa. Saya datang terlambat sehingga memakai
baju kaos terbalik. Saya tidak tahu kenapa orang-orang tak mau bicara kepada
saya — kecuali satu orang, KX Jin, yang menganggap hal yang terjadi pada saya
itu biasa saja. Akhirnya, kami bekerja bersama dan sekarang, ia mengerjakan
sebuah bagian besar di Facebook. Demikianlah, para angkatan 2017, alasan
mengapa Anda mesti berlaku baik kepada orang lain.

Namun kenangan terbaik saya di Harvard
adalah ketika bertemu dengan Priscilla. Waktu itu saya baru saja meluncurkan
situs kelakar, Facesmash, dan dewan administratif kampus ingin ‘bertemu dengan
saya’. Semua orang berpikir saya akan dikeluarkan dari kampus. Orangtua saya
datang untuk membantu berkemas. Kawan-kawan saya membuat pesta perpisahan buat
saya. Beruntungnya, Priscilla ada di pesta itu bersama kawannya. Kami bertemu
ketika sedang mengantre toilet di asrama Pfoho Belltower. Pastilah itu menjadi
antrean paling romantis sepanjang masa. Saya sampaikan kepadanya, “Saya
akan dikeluarkan dalam tiga hari, kita harus lekas-lekas berkencan.”

Anda juga boleh menggunakan
kalimat itu.

Namun ternyata saya tidak dikeluarkan
— justru saya yang melakukannya sendiri. Priscilla dan saya akhirnya
berkencan. Dan, tahukah Anda, film (Social Network) seakan-akan mengatakan
bahwa Facemash begitu penting dalam permulaan Facebook. Itu tidak benar. Namun
tanpa Facemash, saya tidak akan bertemu Priscilla. Ia adalah orang paling
penting dalam hidup saya. Jadi, Anda bisa katakan bahwa Facemash adalah hal
terpenting yang pernah saya buat pada masa-masa ketika saya masih di Harvard.

Kita semua telah memulai pertemanan
hidup yang panjang di sini, bahkan beberapa dari kita pada akhirnya membangun
keluarga. Karena itulah saya sangat bersyukur akan tempat ini. Terima kasih,
Harvard.

Hari ini, saya akan bicara soal
tujuan. Tapi saya tidak berdiri di sini untuk memberikan kepada Anda sebuah
pidato kelulusan standar tentang menemukan tujuan Anda. Kita adalah para
millenial. Kita akan melakukannya secara naluriah. Saya di sini untuk
menyampaikan bahwa menemukan tujuan saja tidak cukup. Tantangan generasi kita
adalah menciptakan sebuah dunia di mana setiap orang memiliki kesadaran akan
tujuan.

Salah satu kisah favorit saya adalah
ketika Presiden John F. Kennedy mengunjungi pusat antariksa NASA. Ia melihat
seorang petugas pembersih membawa sebuah sapu. Ia datangi dan bertanya kepada
petugas itu apa yang sedang ia kerjakan. Petugas pembersih itu menjawab,
“Tuan presiden, saya membantu mengirimkan manusia ke bulan”.

Tujuan adalah kesadaran bahwa kita
adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dibanding diri kita sendiri. Bahwa
kita dibutuhkan, kita memiliki sesuatu yang lebih baik di depan untuk
dikerjakan. Tujuan adalah sesuatu yang menciptakan kebahagiaan yang sejati.

Saat-saat kelulusan Anda hari ini
sangat penting. Ketika orangtua kita lulus kuliah, tujuan biasanya datang dari
pekerjaan, gereja, atau komunitas. Tapi hari ini, teknologi dan otomatisasi
telah menghilangkan banyak pekerjaan. Jumlah anggota dalam komunitas menurun.
Begitu banyak orang merasa tidak terhubung atau depresi dan mencoba mengisi
kekosongan itu.

Dari banyak perjalanan yang sudah saya
lakukan, saya duduk bersama anak-anak di rumah tahanan remaja dan balai
rehabilitasi ketergantungan narkoba. Mereka katakan kepada saya bahwa mereka
bisa menjalani hidup yang berbeda bila saja mereka punya sesuatu untuk
dilakukan, seperti program usai jam sekolah atau sebuah tempat untuk dituju.
Saya bertemu dengan para pekerja pabrik yang menyadari bahwa pekerjaan lama
mereka tidak akan kembali, dan mencoba menemukan tempat di mana mereka bisa
berguna. Untuk memastikan masyarakat kita terus bergerak maju, kita memiliki
sebuah tantangan generasi: tak hanya menciptakan lapangan pekerjaan baru, tapi
juga menciptakan kesadaran baru akan tujuan.

Saya ingat malam ketika saya
meluncurkan Facebook dari kamar kecil asrama di Kirkland House. Saya pergi ke
Noch’s (Pinocchio’s Pizza) bersama kawan saya, KX. Saya bilang kepadanya bahwa
saya tertarik untuk menghubungkan komunitas Harvard, yang suatu saat akan
menghubungkan seluruh dunia.

Kami tidak pernah berpikir orang yang
akan melakukan itu adalah kami. Kami hanya anak kuliahan. Kami tak tahu apa-apa
soal itu. Ada banyak perusahaan teknologi besar dengan sumberdaya melimpah.
Saya mengasumsikan salah satu dari mereka mau melakukannya. Namun gagasan ini
begitu terang benderang bagi kami — bahwa setiap orang ingin terhubung
sehingga kami terus bergerak maju, hari demi hari.

Saya tahu banyak dari Anda yang punya
kisah seperti ini. Sebuah gagasan mengubah dunia yang tampak begitu benderang
yang Anda harapkan dilakukan oleh orang lain. Tapi ternyata mereka tidak
melakukannya. Anda lah yang melakukannya.

Tapi tidak cukup untuk punya tujuan
sebatas pada diri Anda sendiri. Anda juga harus menciptakan kesadaran akan
tujuan itu bagi orang lain. Yang saya alami begitu sulit. Apakah Anda tahu
bahwa saya tidak pernah mengharapkan bakal membangun sebuah perusahaan, namun
menciptakan dampak? Dan seiring dengan bergabungnya makin banyak orang bersama
kami, saya menerka soal apa yang juga mereka harapkan. Sehingga saya tak pernah
menjelaskan soal apa yang saya harapkan untuk dibangun.

Beberapa tahun kemudian, beberapa
perusahaan besar ingin membeli perusahaan kami. Saya tidak ingin menjualnya.
Saya ingin mencari tahu apakah perusahaan kami bisa menghubungkan lebih banyak
orang. Kami menciptakan versi pertama News Feed (aliran konten di FB), dan
berpikir bila kami merilisnya, maka News Feed dapat mengubah cara kita
mempelajari dunia.

Hampir semua orang di facebook ingin
agar perusahaan kami dijual. Tanpa kesadaran akan tujuan yang lebih tinggi,
menjual perusahaan adalah impian yang jadi nyata bagi startup. Gagasan ini sempat
membuat perusahaan kami tercerai-berai. Setelah melalui perdebatan yang keras,
seorang penasehat mengatakan bahwa bila saya tidak menjual facebook, saya akan
menyesalinya seumur hidup. Hubungan kami dalam perusahaan jadi memanas di
tahun-tahun itu, setiap orang di tim manajemen memutuskan keluar.

Itu adalah masa-masa sulit saya
memimpin facebook. Saya mempercayai apa yang kami kerjakan, tapi saya merasa
sendirian. Lebih buruk lagi, itu adalah kesalahan saya. Saya membayangkan
bagaimana bila ternyata saya memang salah: seorang peniru, seorang anak berusia
22 tahun yang tak tahu bagaimana caranya dunia ini bekerja.

Hari ini, beberapa tahun kemudian,
saya memahami bagaimana sesuatu bila tak memiliki kesadaran akan tujuan yang
lebih besar. Sepenuhnya jadi hak kita untuk menciptakannya. Karena itu, kita
bisa terus maju bersama-sama.

Hari ini, saya ingin menyampaikan tiga
cara menciptakan dunia dimana setiap orang memiliki kesadaran akan tujuan:
dengan melaksanakan pekerjaan bermakna secara bersama-sama, mendefinisikan
kembali kesetaraan sehingga setiap orang memiliki kebebasan untuk mencapai
tujuan, dan membangun komunitas di seluruh dunia.

***

Pertama, mari bahas tentang pekerjaan
yang bermakna besar.

Generasi kita harus
menghadapi hilangnya 10 juta pekerjaan yang digantikan oleh otomatisasi seperti
mobil dan truk otonom. Tapi kita memiliki potensi untuk melakukan lebih dari
itu secara bersama-sama.

Setiap generasi memiliki definisinya
masing-masing tentang apa itu pekerjaan. Lebih dari 300.000 orang bekerja untuk
mengirimkan orang ke bulan — termasuk si petugas kebersihan. Jutaan relawan
melakukan imunisasi kepada anak-anak di seluruh dunia untuk melawan polio.
Jutaan orang membangun bendungan Hoover Dam dan pekerjaan-pekerjaan besar
lainnya.

Pekerjaan-pekerjaan
tersebut tidak hanya memberikan tujuan bagi setiap orang yang melaksanakannya,
namun juga keseluruhan bangsa untuk melakukan hal-hal besar. Sekarang, giliran
kita untuk melakukan hal-hal besar. Saya tahu, mungkin Anda berpikir: saya
tidak tahu bagaimana cara membangun bendungan, atau mengajak jutaan orang
terlibat pada sesuatu.

Tapi izinkan saya memberitahu Anda
sebuah rahasia: tak ada seorang pun yang tahu ketika mereka baru memulai.
Gagasan tidak datang secara utuh. Gagasan hanya jadi terang dan jelas ketika
Anda melakukannya. Anda hanya harus memulainya.

Bila saya harus memahami segala aspek
tentang bagaimana cara menghubungkan orang di masa-masa awal facebook, maka
saya tidak akan pernah mulai menciptakan facebook.

Film dan kultur pop
seringkali salah dalam hal ini. Gagasan tentang momen ‘eureka!’ adalah
kebohongan yang berbahaya. Hal itu hanya akan membuat kita merasa canggung
karena kita tak punya apa-apa. Gagasan tersebut menghalangi orang yang memiliki
ide cemerlang untuk segera memulai. Oh, apakah Anda tahu hal keliru lainnya
tentang inovasi yang disampaikan oleh film? Tak ada seorang pun yang menulis
rumus matematika di kaca jendela. Itu tidak terjadi.

Bagus untuk menjadi idealis. Tapi
bersiaplah untuk disalahpahami. Siapapun yang mengerjakan sesuatu dengan visi
besar akan disebut gila, bahkan ketika Anda bisa membuktikan bahwa itu benar.
Setiap orang yang sedang mencoba menyelesaikan masalah rumit akan dicaci karena
dianggap tidak sepenuhnya memahami tantangan, meski mustahil untuk mengetahui
semua hal di awal. Siapapun yang berinisiatif akan dikiritik karena dianggap bergerak
terlalu cepat, karena akan selalu ada orang yang ingin membuat Anda jadi
lamban.

Pada masyarakat kita, kita seringkali
tidak melakukan sesuatu karena kita takut berbuat kesalahan sehingga kita abai
bahwa kesalahan adalah bila kita tidak berbuat apapun pada hari ini.
Kenyataannya adalah apapun yang kita lakukan hari ini punya dampak persoalan di
masa depan. Namun, hal itu tak boleh menghalangi kita untuk memulai sesuatu.

Jadi, apa yang kita tunggu? Ini adalah
masa bagi generasi kita untuk mendefinisikan kembali apa itu pekerjaan
masyarakat. Bagaimana dengan menghentikan perubahan iklim sebelum kita
menghancurkan planet ini dan melibatkan jutaan orang memproduksi dan memasang
panel surya? Bagaimana dengan menyembuhkan semua penyakit dan meminta relawan melacak
data kesehatan dan membagikan data genome mereka? Hari ini kita menghabiskan
uang 50 kali lebih banyak untuk menyembuhkan orang sakit ketimbang menemukan
pengobatan untuk mencegah penyakit. Hal ini tidak masuk akal. Kita mampu
memperbaikinya. Bagaimana dengan memoderenkan demokrasi sehingga setiap orang
bisa memilih secara online, dan menpersonalisasikan pendidikan agar setiap
orang bisa belajar?

Pencapaian-pencapaian ini berada dalam
jangkauan kita. Mari kita wujudkan dalam berbagai cara yang mampu memberikan
peran bagi setiap orang dalam masyarakat. Mari kita lakukan hal-hal besar, tak
hanya demi menciptakan kemajuan, tapi untuk menciptakan tujuan.

***

Sehingga, mengerjakan
pekerjaan dengan makna besar adalah hal pertama yang bisa kita lakukan untuk
menciptakan dunia di mana setiap orang memiliki kesadaran akan tujuan.

Yang kedua adalah
mendefinisikan ulang kesetaraan untuk memberikan kebebasan bagi setiap orang
untuk mengejar tujuannya.

Orangtua kita memiliki
pekerjaan yang stabil di sepanjang perjalanan karier mereka. Sekarang, kita
semua adalah wirausahawan, baik menciptakan pekerjaan, menciptakan sesuatu,
atau menjalankan sebuah peran. Itu semua adalah hal yang hebat. Kultur
kewirausahaan kita adalah soal bagaimana kita bisa menciptakan kemajuan.

Kultur kewirausahaan
berkembang ketika mudah untuk mencoba banyak gagasan baru. Facebook bukan hal
pertama yang saya bangun. Saya pernah menciptakan game, sistem chat/obrolan,
perangkat belajar, dan pemutar musik. Saya tidak sendirian. J.K. Rowling ditolak
12 kali sebelum menerbitkan Harry Potter. Bahkan Beyonce harus membuat ratusan
lagu sebelum menciptakan lagu Halo. Semua kesuksesan besar ini datang dari
kebebasan untuk gagal.

Tapi hari ini, kita
mengalami level kesejahteraan yang tak seimbang yang menjadi derita semua
orang. Ketika Anda tidak memiliki kebebasan untuk mewujudkan ide Anda menjadi
sebuah kewirausahaan yang bersejarah, kita semua kalah. Saat ini, masyarakat
kita memiliki begitu banyak standar keberhasilan yang sangat berlebihan
sehingga tidak mudah bagi semua orang untuk mengambil kesempatan.

Mari kita akui saja. Ada
yang salah dengan sistem kita ketika saya, seorang mahasiswa DO, bisa membangun
sebuah perusahaan miliaran dolar, sementara jutaan mahasiswa tidak bisa
membayar pinjaman biaya pendidikan. Apalagi memulai bisnisnya sendiri.

Saya kenal dengan banyak
wirausahawan, dan saya tidak kenal satu orang pun yang menyerah saat memulai
usaha hanya karena mereka tak punya cukup uang. Tapi, saya kenal dengan banyak
orang yang tidak mengejar impian karena mereka tak memiliki sandaran ketika
kelak mereka gagal.

Kita tahu bahwa kita tidak
sukses hanya karena punya ide bagus atau bekerja keras. Kita sukses juga karena
kita beruntung. Kalau dulu saya harus mencari uang untuk menafkahi keluarga
alih-alih punya waktu untuk menulis program, bila saya tidak tahu bahwa saya
akan baik-baik saja bila facebook tidak berhasil, saya tidak akan berdiri di
sini hari ini. Kalau kita mau akui, kita sadar seberapa beruntungnya diri kita.

Setiap generasi memperluas
definisi akan kesetaraan. Generasi sebelum kita berjuang untuk hak memilih dan
hak sipil. Mereka menciptakan New Deal (program jaminan sosial di AS) dan Great
Society (program antirasial dan antikemiskinan di AS). Sekarang giliran kita
untuk mendefinisikan kontrak sosial baru bagi generasi kita.

Kita mesti menciptakan
masyarakat yang mengukur kemajuan tak hanya berdasarkan metrik ekonomi seperti
PDB, tapi berapa banyak dari kita memiliki peran yang bermakna. Kita mesti
mengeksplorasi gagasan seperti universal basic income (jaminan pendapatan
dasar) demi memberikan sandaran bagi setiap orang untuk mencoba hal-hal baru.
Kita akan berganti pekerjaan berkali-kali, sehingga kita perlu jaminan sosial
untuk anak yang terjangkau dan jaminan kesehatan yang tak hanya bergantung ke
satu perusahaan. Kita akan melakukan kesalahan demi kesalahan, sehingga kita
membutuhkan masyarakat yang tidak mengkerangkeng dan menstigma kita. Dan
seiring dengan teknologi yang terus berubah, kita perlu masyarakat yang lebih
berfokus pada pendidikan yang berkelanjutan di sepanjang hidup kita.

Dan, ya, memberikan
kebebasan bagi setiap orang untuk mengejar impiannya tidaklah gratis. Orang
seperti saya harus membayarnya. Anda juga mesti melakukannya.

Karena itu, Priscilla dan
saya memulai Chan Zuckerberg Initiative dan menyerahkan kesejahteraan kami
untuk mempromosikan kesempatan akan kesetaraan. Ini adalah nilai dalam generasi
kita. Tak ada alasan untuk mempertanyakan mengapa kami melakukan ini.
Satu-satunya pertanyaan adalah kapan.

Millenial telah menjadi
salah satu generasi paling dermawan dalam sejarah. Dalam satu tahun, tiga dari
empat millenial di AS berdonasi, dan tujuh dari sepuluh menggalang donasi
sosial.

Tapi, ini bukan semata-mata
soal uang. Anda juga bisa memberikan waktu Anda. Anda bisa meluangkan satu-dua
jam dalam seminggu — waktu yang dibutuhkan untuk membantu seseorang untuk
mencapai potensi mereka.

Mungkin Anda berpikir itu
adalah waktu yang banyak. Dulu saya pikir juga begitu. Ketika Priscilla lulus
dari Harvard, ia bekerja sebagai guru. Dan sebelum dia menjalankan pekerjaan
sebagai pengajar bersama saya, ia sampaikan bahwa saya perlu mengajar sebuah
kelas. Saya protes, “Saya sibuk. Saya sedang menjalankan sebuah
perusahaan.” Namun, ia memaksa sehingga saya mengajar sebuah program
pendidikan kewirausahaan di sebuah SMP pada komunitas lokal Boys and Girls
Club.

Saya mengajarkan mereka
pelajaran tentang pengembangan produk dan pemasaran. Dan mereka mengajarkan
kepada saya bagaimana rasanya diincar karena ras dan rasanya memiliki anggota
keluarga yang berada di dalam penjara. Saya berbagi kisah ketika dulu saya
masih sekolah, dan mereka berbagi harapan suatu saat bisa berkuliah juga
seperti saya. Sepanjang lima tahun, saya makan malam dengan anak-anak ini
setiap bulan. Salah satu dari mereka menghadiahkan saya dan Priscilla pemandian
bayi pertama kami. Dan tahun depan mereka akan kuliah. Setiap orang dari
mereka. Yang pertama di keluarga mereka.

Kita semua bisa memberi
pertolongan kepada orang lain. Mari kita memberikan kebebasan kepada setiap
orang untuk mengejar tujuan mereka — tidak hanya karena itu adalah hal yang
benar, tapi karena ketika lebih banyak orang yang bisa mengubah impian mereka
menjadi sesuatu yang besar, kita semua akan hidup lebih baik karenanya.

***

Tujuan tak semata-mata
datang dari pekerjaan. Cara ketiga adalah kita bisa menciptakan kesadaran akan
tujuan bagi setiap orang dengan membangun komunitas. Ketika generasi kita
menyebut ‘semua orang’, itu artinya semua orang di dunia.

Mari angkat tangan: berapa
banyak dari Anda yang berasal dari negara lain? Sekarang, berapa banyak dari
Anda yang berteman dengan orang-orang ini? Begitulah. Kita tumbuh dalam
keterhubungan.

Dalam sebuah survei kepada
para millenial di seluruh dunia soal apa yang menentukan sebuah identitas,
jawaban paling banyak bukanlah kewarganegaraan, agama, atau etnis, namun ‘warga
negara dunia’. Ini benar-benar sesuatu yang besar.

Setiap generasi memperluas
lingkaran orang-orang yang kita sebut sebagai ‘bagian dari kita’. Untuk saat
ini, hal tersebut mencakup keseluruhan dunia.

Kita memahami bahwa
prasasti besar dalam sejarah manusia tercipta ketika orang dalam jumlah banyak
berkumpul — mulai dari suku hingga bangsa — untuk mencapai sesuatu yang tak
bisa dikerjakan sendirian.

Kesempatan terbesar kita
saat ini adalah globalisme — kita bisa menjadi generasi yang mengakhiri
kemiskinan dan penyakit. Tantangan terbesar kita memerlukan respon global pula
— tak ada negara yang bisa melawan perubahan iklim sendirian atau mencegah
penyebaran penyakit seorang diri. Kemajuan saat ini memerlukan kebersamaan yang
tak hanya dalam lingkup kota atau negara, tapi juga komunitas global.

Namun, kita tengah hidup
dalam masa yang tak stabil. Begitu banyak orang yang tertinggal oleh
globalisasi di seluruh dunia. Sulit untuk memedulikan orang yang berada di
tempat lain bila kita sendiri tidak merasa nyaman dengan hidup kita di rumah
sendiri. Ada dorongan untuk memprioritaskan ke dalam lebih dulu.

Inilah adalah pergulatan
masa kita. Kekuatan kebebasan, keterbukaan, dan komunitas global melawan
kekuataan otoriter, isolasi, dan nasionalisme. Kekuatan akan aliran
pengetahuan, perdagangan, dan imigrasi, melawan mereka yang ingin
memperlambatnya. Ini bukanlah peperangan antarnegara, namun pertempuran
gagasan. Ada begitu banyak orang di setiap negara yang mendukung keterhubungan
global, dan ada pula orang-orang yang melawannya.

Hal ini tak bisa diputuskan
semata-mata oleh PBB. Ia terjadi di tingkat lokal, ketika kita merasa kesadaran
akan tujuan dan stabilitas hidup kita jadi sesuatu untuk mulai memedulikan
orang lain. Cara terbaik untuk melakukannya adalah mulai membangun komunitas
lokal saat ini.

Kita semua dapat menuai
makna dari komunitas kita. Terlepas apakah komunitas kita adalah pertetanggaan,
tim olahraga, gereja, atau kelompok acapella, mereka memberikan kita kesadaran
bahwa kita adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Bahwa kita tidak
sendiri; mereka memberikan kita kekuatan untuk memperluas horison.

Itulah mengapa hal ini
sangat memukul dalam beberapa dekade belakangan, menurunnya jumlah anggota
dalam berbagai kelompok hingga tinggal seperempatnya saja. Mereka adalah
orang-orang yang perlu menemukan tujuan di tempat lain.

Tapi kita bisa membangun
kembali komunitas kita dan memulai yang baru karena banyak dari Anda sudah ada
di dalamnya.

Saya bertemu Agnes Igoye,
yang lulus hari ini. Di mana kamu, Agnes? (berdiri). Ia menghabiskan masa
kanak-kanaknya hidup di zona konflik dan perdagangan manusia di Uganda. Dan
sekarang, ia melatih ribuan aparat penegak hukum untuk menjaga komunitas tetap
aman.

Saya bertemu Kayla Oakley
dan Niha Jain, yang juga lulus hari ini. Mohon kalian berdua berdiri. Kayla dan
Niha memulai sebuah lembaga nonprofit yang menghubungkan orang-orang
berpenyakit kronis dengan orang lain di komunitas untuk membantu mereka.

Saya bertemu dengan David
Razu Aznar, ia lulus dari Kennedy School (sebuah kampus di Harvard) hari ini.
David, mohon berdiri. Ia adalah mantan konselor kota yang sukses memimpin
perlawanan untuk mewujudkan Mexico City sebagai kota Latin Amerika pertama yang
mengizinkan kesetaraan dalam pernikahan — bahkan sebelum San Fransisco.

Inilah kisah saya. Seorang
mahasiswa di dalam kamar asramanya, menghubungkan satu komunitas pada satu
waktu, dan terus melanjutkannya hingga suatu hari berhasil menghubungkan
seluruh dunia.

Perubahan dimulai di
tingkat lokal. Bahkan globalisasi pun bermula dari kecil — dengan orang-orang
seperti kita. Di generasi kita, perjuangan untuk terhubung lebih banyak orang,
untuk mencapai kesempatan terbesar, bergantung pada hal ini: kemampuan Anda
membangun komunitas dan menciptakan dunia di mana setiap orang memiliki
kesadaran akan tujuan.

***

Angkatan 2017, Anda lulus
ke dunia yang membutuhkan tujuan. Hal itu tergantung Anda untuk menciptakannya.

Sekarang, Anda mungkin
bertanya, “dapatkah saya melakukannya?”

Ingatkah Anda cerita ketika
saya mengajar kelas Boys dan Girls Club? Suatu hari, seusai kelas, saya
berbincang kepada mereka tentang kuliah. Salah seorang dari murid saya yang
cemerlang mengangkat tangan. Ia bilang ia tak begitu yakin karena ia belum
terdaftar dalam administrasi publik. Ia tidak tahu apakah orang-orang akan
mengizinkannya berkuliah.

Tahun kemarin, saya
mengajaknya makan siang pada hari ulang tahunnya. Saya ingin memberikan kado
buatnya, jadi saya bertanya kepadanya. Ia kemudian mulai bicara tentang para
mahasiswa yang sedang berjuang. Lalu ia mengatakan, “Aku benar-benar ingin
sebuah buku tentang keadilan sosial.”

Saya benar-benar terkejut.
Ia adalah seorang anak muda yang punya alasan untuk sinis. Ia tak tahu bahwa
negara yang ia sebut sebagai Tanah Air — satu-satunya negara yang ia kenal
— meruntuhkan impiannya untuk berkuliah. Tapi, ia tak mengasihani diri
sendiri. Bahkan, ia tak memikirkan diri sendiri. Ia memiliki kesadaran yang
lebih besar akan tujuan. Dan ia akan mengajak serta banyak orang berjalan
bersamanya.

Hal tersebut menyampaikan
tentang situasi saat ini. Saya tak bisa menyebut namanya karena saya tak ingin
dia mendapat risiko. Namun bila seorang anak SMA yang tak tahu seperti apa masa
depan namun tetap ingin menjalankan peran untuk membuat dunia lebih baik, kita
berutang kepada dunia untuk melaksanakan peran kita.

Sebelum Anda berjalan
keluar dari gerbang Harvard untuk terakhir kalinya, kita duduk di depan Gereja
Memorial. Saya teringat akan sebuah doa, Mi Shebeirach, yang saya ucapkan
setiap saat ketika menghadapi tantangan. Yang saya nyanyikan kepada putri saya
sembari memikirkan tentang masa depannya, sambil menidurkannya di buaian. Doa
itu berbunyi,

“Semoga sumber
kekuatan yang memberkahi setiap orang membantu kami menemukan keberanian untuk
membuat hidup kami sebagai anugerah.”

Saya harap Anda menemukan
keberanian untuk membuat hidup Anda sebagai sebuah anugerah.

Selamat, angkatan 2017!
Semoga sukses di luar sana.

HARVARD, 26 MEI 2017

***

Alihbahasa: Hilman Fajrian

Sumber : Klik
DISINI


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top