Berikut
ada tulisan dari sebuah buku yang menggambarkan bagaiman potret ulama yang
mengoptimalkan waktunya di zaman dahulu.
ada tulisan dari sebuah buku yang menggambarkan bagaiman potret ulama yang
mengoptimalkan waktunya di zaman dahulu.
Telah
sampai kepada saya sejarah yang mengisahkan
cerita menakjubkan dan mengesankan. Cerita itu mengisahkan para sahabt,
para tabi’in. dan para ulama yang mengenal betapa berharganya sang waktu.
sampai kepada saya sejarah yang mengisahkan
cerita menakjubkan dan mengesankan. Cerita itu mengisahkan para sahabt,
para tabi’in. dan para ulama yang mengenal betapa berharganya sang waktu.
–
Utsman bin Affan shalat sambil
mengkhtamkan Al-qur’an pada rakaat witir.
Utsman bin Affan shalat sambil
mengkhtamkan Al-qur’an pada rakaat witir.
– Imam Syafi’I mengkhatamkan Al-qur’an
sebanyak 60 kali selama bulan ramadhan. Artinya dalam waktu sehari, Imam Syafi’I
mengkhatamkan Al-qur’an satu kali pada siang hari dan satu kali pada malam hari
sebanyak 60 kali selama bulan ramadhan. Artinya dalam waktu sehari, Imam Syafi’I
mengkhatamkan Al-qur’an satu kali pada siang hari dan satu kali pada malam hari
–
Ibnu Aqil al-Hanbali pernah berkata, “Aku
tidak memperkenankan diriku menyia-nyiakan waktu yang berlalu dalam usiaku. Sesungguhnya
aku sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Pada usia delapan puluh
tahun, kurasakan diriku sangat bersungguh-sungguh menuntut ilmu melebihi
kesungguhanku saat berusia dua puluh tahun. Dan aku membatasai kelebihanku saat
makan, dimana aku memilih makan kue yang dicampur air daripada makan roti. Hal ini
disebabkan karena antara kue dan roti ada perbedaan saat mengunyahnya. Selain itu,
aku juga mempertimbangkan waktu dan aku selalu mengoptimalkannya dengan membaca
atau menulis.
Ibnu Aqil al-Hanbali pernah berkata, “Aku
tidak memperkenankan diriku menyia-nyiakan waktu yang berlalu dalam usiaku. Sesungguhnya
aku sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Pada usia delapan puluh
tahun, kurasakan diriku sangat bersungguh-sungguh menuntut ilmu melebihi
kesungguhanku saat berusia dua puluh tahun. Dan aku membatasai kelebihanku saat
makan, dimana aku memilih makan kue yang dicampur air daripada makan roti. Hal ini
disebabkan karena antara kue dan roti ada perbedaan saat mengunyahnya. Selain itu,
aku juga mempertimbangkan waktu dan aku selalu mengoptimalkannya dengan membaca
atau menulis.
Mungkin inilah sosok
ulama yang menulis kitab terbesar didunia dimana karya tulisnya mencapai
delapan ratus jilid. Tentang ini imam al-Dzahabi pernah berkomentar, “Tidak ada
seorang ulama di dunia yang dapat mengarang .”
ulama yang menulis kitab terbesar didunia dimana karya tulisnya mencapai
delapan ratus jilid. Tentang ini imam al-Dzahabi pernah berkomentar, “Tidak ada
seorang ulama di dunia yang dapat mengarang .”
Ulama ini lebih
mengutamakan makan kue dan minum air daripada makan roti karena akan banyak
memakan waktu bila menguyah roti. Lalu bagaimana dengan kita yang selalu
menyia-nyiakan waktu setiap hari sambil menonton televise, bermain internet,
dan lain-lain.
mengutamakan makan kue dan minum air daripada makan roti karena akan banyak
memakan waktu bila menguyah roti. Lalu bagaimana dengan kita yang selalu
menyia-nyiakan waktu setiap hari sambil menonton televise, bermain internet,
dan lain-lain.
Para sejarawan
menjelaskan bahwa Ibnu Jarir ath-Thabari, pengarang tafsir terkenal pernah
hidup menyendiri selama empat puluh tahun dan setiap hari selalu menulis
sebanyak 40 halaman. Sehingga murid-muridnya pernah menghitung hari-hari yang
dijalani sang ulama selama hidupnya, sejak usia baligh sampai meninggalnya
dalam usia 86 tahun, kemudian membaginya dengan karya-karya yang dihasilkannya,
maka diperoleh kesimpulan bahwa setiap hari sang ulama menulis sebanyak 14
halaman. Dengan kata lain, setiap hari ulama ini menulis sebanyak 14 halaman
tanpa henti-henti.
menjelaskan bahwa Ibnu Jarir ath-Thabari, pengarang tafsir terkenal pernah
hidup menyendiri selama empat puluh tahun dan setiap hari selalu menulis
sebanyak 40 halaman. Sehingga murid-muridnya pernah menghitung hari-hari yang
dijalani sang ulama selama hidupnya, sejak usia baligh sampai meninggalnya
dalam usia 86 tahun, kemudian membaginya dengan karya-karya yang dihasilkannya,
maka diperoleh kesimpulan bahwa setiap hari sang ulama menulis sebanyak 14
halaman. Dengan kata lain, setiap hari ulama ini menulis sebanyak 14 halaman
tanpa henti-henti.
Demikian pula, Ibnu
Nafis, seorang ulama yang bila hendak menulis, selalu menyediakan pena yang
sudah diraut, kemudian wajahnya dihadapkan kea rah tembok. Ulama ini
mendiktekan tulisannya yang keluar dari pikirannya. Dia menulis bak air yang
mengalir ke bawah. Jika pena yang digunakan menulis tintanya telah habis, dia akan
membuang pena tersebut lalu menggantinya dengan pena lain, akan menyia-nyiakan
waktu saja bila meraut pena lagi.
Nafis, seorang ulama yang bila hendak menulis, selalu menyediakan pena yang
sudah diraut, kemudian wajahnya dihadapkan kea rah tembok. Ulama ini
mendiktekan tulisannya yang keluar dari pikirannya. Dia menulis bak air yang
mengalir ke bawah. Jika pena yang digunakan menulis tintanya telah habis, dia akan
membuang pena tersebut lalu menggantinya dengan pena lain, akan menyia-nyiakan
waktu saja bila meraut pena lagi.
Semoga sosok keteladan
mereka bisa sama-sama kita contoh, Amin.
mereka bisa sama-sama kita contoh, Amin.
Dikutip dari buku: Kubisikkan pesan
cinta untukmu Karangan DR. Hassan Syamsi Basya
cinta untukmu Karangan DR. Hassan Syamsi Basya
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.